Desa Sungai Mayam Bersatu Lawan PETI Ilegal

Rajawaliborneo.com. Sanggau, Kalimantan Barat – Penolakan terhadap aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) terus menggema dari berbagai daerah. Senin, (19/05/2025).

Di Kabupaten Sanggau, warga Desa Sungai Mayam, Kecamatan Meliau, menyuarakan sikap tegas menolak keberadaan PETI Ilegal, terutama di sepanjang aliran Sungai Mayam.

BACA JUGA: Tangkap AS Cukong Tambang Emas Ilegal.

Sebagai bentuk nyata penolakan, warga memasang puluhan spanduk berisi larangan dan peringatan keras terhadap aktivitas PETI legal Spanduk-spanduk tersebut dipasang di sejumlah titik strategis, seperti tepi sungai, jalan utama, dan area rawan aktivitas tambang ilegal.

BACA JUGA: PETI Sungai Muntik Kabupaten Sanggau, Kangkangi Atensi Kapolda Kalbar.

“Beberapa waktu lalu memang sempat saya dengar ada isu akan masuk PETI Ilegal, tapi baru sebatas rencana. Itupun mayoritas warga langsung menolak,” ungkap Rajudin, tokoh masyarakat Desa Sungai Mayam, kepada wartawan. Jum’at, 16 Mei 2025.

Menurut Rajudin, warga memasang sedikitnya 20 spanduk sebagai simbol penolakan. Ia menegaskan bahwa masyarakat tidak ingin lingkungannya rusak akibat kegiatan tambang ilegal.

BACA JUGA: PETI Marak di Sanggau, Kapolres dan Kapolda Diminta Bertindak.

“Kalau sampai dibiarkan, bukan hanya sungai yang tercemar, tetapi juga bisa merusak tatanan sosial kami. Kami tidak ingin itu terjadi,” tambahnya.

Langkah tegas warga tersebut mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Desa. Kepala Desa Sungai Mayam, Sarkawi, menyatakan bahwa penolakan terhadap PETI Ilegal merupakan hasil kesepakatan bersama antara pemerintah desa dan masyarakat.

BACA JUGA: Jaringan PETI di Sambas Terungkap, Diduga Libatkan Edi dan Aseng.

“Kami bersama warga sepakat menolak aktivitas PETI Ilegal. Selain merusak lingkungan, aktivitas ini juga bisa memicu konflik sosial. Ini yang saya khawatirkan, karena saya tidak ingin kampung ini jadi tempat keributan,” tegas Sarkawi.

Puluhan spanduk yang telah dipasang itu kini menjadi penanda bahwa warga Sungai Mayam siap menjaga kelestarian lingkungan mereka. Upaya ini sekaligus menjadi pesan kuat kepada pihak-pihak tertentu agar tidak memaksakan aktivitas tambang ilegal di wilayah tersebut.

Aktivitas PETI Ilegal di Desa Sungai Mayam telah dianggap sebagai ancaman serius bagi keberlangsungan hidup masyarakat. Maka dari itu, warga berharap pihak berwenang dapat mendukung langkah mereka dengan melakukan pengawasan dan penindakan hukum secara tegas.

Editor : Syafarudin Delvin.

Polres Sekadau Diminta Tidak Tutup Mata : PETI di Sungai Kapuas Semakin Merajalela, Tindakan Hukum Mendesak

Rajawaliborneo.com. Sekadau, Kalimantan Barat – Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Sungai Kapuas, Dusun Pelanjau, Desa Entabuk, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau, semakin marak dan terstruktur. Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh awak media pada tanggal 23 dan 24 Agustus 2024, jumlah unit penambangan yang beroperasi di lokasi tersebut terus bertambah. Pada tanggal 23 Agustus, terpantau belasan unit yang aktif, dan pada tanggal 24 Agustus, jumlah unit telah meningkat menjadi lebih dari 30.

Dok. Vidio PETI Ilegal di Wilayah Polres Sekadau, PETI di Sungai Kapuas Semakin Merajalela, Tindakan Hukum Mendesak

Lebih parah lagi, kegiatan PETI ini tampaknya didukung oleh struktur organisasi yang kuat di tingkat lokal, dengan seorang kepala dusun bernama Grease Lukas yang diketahui memimpin kegiatan tersebut. Berdasarkan wawancara dengan warga setempat, kepala dusun ini telah mengkoordinasikan kegiatan penambangan dan berdalih bahwa hasilnya akan digunakan untuk membangun infrastruktur seperti PAUD dan jembatan di desa. Namun, hingga saat ini, pembangunan tersebut belum terealisasi, menimbulkan kecurigaan di kalangan warga mengenai kemana aliran dana sebenarnya.

“Sampai sekarang belum ada yang dibangun, padahal sudah beberapa kali dibuka. Uangnya entah ke mana,” ujar seorang ibu yang enggan disebutkan namanya. Warga lain menambahkan, “Mungkin uangnya masuk ke kantong pribadi. Tolong jangan tulis nama kami,” kami ini rakyat kecil.

Dalam wawancara terpisah, seorang warga mengeluhkan dampak negatif dari aktivitas PETI tersebut terhadap kehidupan sehari-hari. “Kami di sini tidak bisa menggunakan air siang hari, airnya keruh sekali. Bahkan untuk mandi pun susah,” ungkapnya. Warga juga mengeluhkan sikap para pekerja tambang yang tidak menghargai warga sekitar dan bertindak sewenang-wenang.

Sumber lain yang dihubungi melalui telepon juga mengungkapkan kekesalannya. “Ketua struktur itu meminta sepuluh juta dari para penambang, katanya untuk dibagi kepada Kapolsek dan Babinsa, tapi kami tidak tahu uang itu ke mana perginya,” ujarnya.

Keluhan ini semakin menguatkan desakan kepada pihak Polres Sekadau untuk tidak tutup mata dan segera mengambil tindakan tegas terhadap aktivitas PETI di daerah tersebut. Meski pihak kepolisian melalui Kapolsek Belitang Hilir telah berupaya memberikan himbauan dan melakukan pembubaran, aktivitas PETI tetap berlangsung tanpa hambatan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas penegakan hukum di daerah tersebut.

Aktivitas PETI tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam keselamatan warga sekitar. Warga lainnya melaporkan bahwa aktivitas tambang di perbatasan Desa Entabuk dengan Sepauk telah dimulai kembali, meskipun ada risiko besar terkait kabel PLN yang melintasi Sungai Kapuas.

Masyarakat kini berharap pihak kepolisian melakukan penegakan hukum yang tegas sesuai dengan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengatur sanksi pidana bagi kegiatan penambangan ilegal. Pihak aparat penegak hukum (APH) diharapkan tidak sekadar memberikan himbauan, tetapi juga mengambil tindakan hukum yang nyata untuk menghentikan aktivitas tambang ilegal yang semakin mengancam lingkungan dan kehidupan masyarakat di sekitar Sungai Kapuas.

Pewarta : Redaksi.

Kegiatan PETI Di Sungai Kapuas, Tepatnya di Seberang Kecamatan Sepauk Kembali Menjamur.

Rajawaliborneo.com.- Kegiatan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di sungai kapuas tepatnya di Desa Entabuk Kecamatan Sekadau, Kabupaten Sekadau yang berseberangan dengan kecamatan Sepauk kabupaten Sintang. ( 2/3/2024 )

Awak media melakukan investigasi di lapangan terdapat kurang lebih 70 set lanting yang bekerja di bantaran sungai kapuas, tampa rasa takut.

Kami mencoba melakukan wawancara salah seorang warga yang enggan di sebutkan namanya mengatakan,

“Mereka sudah berkeja kurang lebih seminggu ini, ada yang baru datang tiga hari ini ikut buntut, banyak lanting kurang lebih kira” 70 set lebih, dan diurus oleh pengurus bernama Lobot, warga sepauk, disini ada uang bising dan itu lokasi mereka kerja di seberang masuk Desa Entabuk Kecamatan Sekadau sebrang sini masuk Kecamatan Sepaok tapi berdekatan dengan Desa Sepaok, bising dan asap mereka kerja kuat arah ke pemukiman masayarakat Sepauk yang tinggal di pesisir pantai sungai kapuas desa sepauk,” Pungkasnya.

Secara aturan UU ” Pasal 158 UU Minerba menyatakan,“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000 sepuluh milyar rupiah.

Kami berharap pihak APH bisa melakukan penertiban kepada pelaku tambang ungkapnya

Kami dari awak media akan melakukan laporan resmi kepada aparat penegak hukum, Polres Sekadau, dan Polres Sintang.

Tim

error: Content is protected !!