Pantun Politik Krisantus Soroti Retaknya Kepemimpinan Kalbar

RAJAWALIBORNEO.COM. Pontianak, Kalimantan Barat – Pantun biasanya dianggap sekadar selingan atau hiburan politik. Namun kali ini, sebuah pantun singkat yang dilontarkan politikus senior Kalbar, Krisantus, justru memicu riuh jagat maya. Sabtu, (27/09/2025).

Publik pun menafsirkan lebih jauh., apakah pantun tersebut hanya lelucon, atau sinyal politik menjelang Pilgub Kalbar?

Tokoh masyarakat Dayak, Adrianus Rumpe, menegaskan bahwa pantun itu sejatinya bukan sekadar guyonan.

“Di balik pantun itu ada persoalan yang jauh lebih serius, yakni soal kewenangan, koordinasi, dan relasi antara Gubernur dan Wakil Gubernur,” jelasnya.

Wagub Dipinggirkan dari Lingkar Kekuasaan? Menurut Adrianus, praktik di lingkaran pemerintahan Kalbar selama ini menunjukkan gejala tidak sehat. Ia menyoroti sejumlah agenda pemerintahan mulai dari kegiatan resmi, pelatihan, hingga penyusunan kebijakan yang dijalankan tanpa melibatkan Wakil Gubernur.

“Sering kali Wagub bahkan tidak tahu siapa saja yang dilibatkan. Tiba-tiba saja hasil kebijakan sudah jadi, tanpa pernah dibicarakan. Bahkan ada tugas dan fungsi yang melekat pada Wagub justru diambil alih,” kritiknya.

Kondisi tersebut, kata Adrianus, menimbulkan kesan timpangnya kepemimpinan daerah.

“Kalau posisi wakil diabaikan, maka harmoni dalam pemerintahan daerah juga terancam,” tegasnya.

Pantun Jadi Simbol Retaknya Kepemimpinan., Dalam tradisi lokal, pantun lazimnya menjadi media komunikasi yang cair dan merekatkan pemimpin dengan rakyat. Namun, peristiwa kali ini justru membuka tabir disharmoni.

“Bukan pantunnya yang salah, tetapi kondisi yang tercermin di baliknya. Publik mulai bertanya: apakah Wakil Gubernur selama ini benar-benar diberi ruang, atau justru dipinggirkan?” ujar Adrianus.

Menjelang Pilgub, Isu Kian Sensitif, Riuh soal pantun muncul di tengah meningkatnya tensi politik menjelang Pilgub Kalbar. Situasi tersebut, menurut Adrianus, patut diwaspadai karena disharmoni di level pimpinan bukan sekadar persoalan personal, melainkan dapat berdampak langsung pada jalannya pemerintahan dan kualitas pelayanan publik.

“Pantun hanyalah simbol. Namun simbol itu kini membuka mata publik, ada persoalan serius dalam kepemimpinan Kalbar. Pertanyaannya, apakah akan segera dibenahi, atau malah dipelihara sebagai amunisi politik?” pungkasnya.

error: Content is protected !!